Bercermin ke Negeri Sakura
.
Kita sebagai rakyat yang memiiliki kebudayaan yang tinggi seharusnya
meninggalkan sejauh mungkin paradigma legalistik yang telah mendoktrin bahwa
semua orang yang menaati hukum, hanya karena takut sanksi (compliance). Di indonesia memang benar, seseorang tidak akan
melanggar lampu merah di trafficlight karena takut ditilang oleh
polantas. Tetapi coba kita perhatikan sejenak di Jepang, warga Jepang sedikit
sekali yang melanggar lampu merah bahkan tidak sama sekali, dan mengapa mereka
tidak melanggar lampu merah, sama sekali bukan karena takut ditilang alias
terkena sanksi, melainkan melanggar lampu merah bagi warga Jepang adalah
bertentangan dengan nilai intrinsik atau internal yang mereka anut dan dibentuk
sejak masa kanak-kanak mereka, bahwa menaati peraturan adalah menjadikan mereka
manusia yang luhur, sedangkan melanggar perturan adalah tindakan tidak
manusiawi. Di Jepang, jika kereta api di sana mengalami keterlambatan apapun
alasannya, apakah karena faktor teknis, mesin atau manusianya, maka menteri
perhubungannya sudah tampil di telivisi memohon maaf berulang-ulang kali sambil
menunduk dengan ala Jepang.
Di luar
dari pada kebiasaan malu yang masih mereka pertahankan, sopan santun dan
prilaku mereka dalam menghormati sesama mereka perlu kita contohi, bukan
berarti kita meninggalkan kebiasaan kita tetapi lebih untuk memadukan, dalam
artian mengambil hal-hal yang baik saja. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa
dengan kemajuan teknologi mereka yang begitu pesat bahkan bisa bersaing dengan
negara adidaya seperti Amerika Serikat, mereka ikut terkulturasi dengan
kebudayaan ala modern dan liberal. Akan tetapi, seperti yang dikemukakan
Satjipto Raharjo bahwa orang Jepang meletakkan budaya barat hanya
sampai di teras rumah saja dan belum boleh memasuki bagian dalam rumah mereka.
Dengan kata lain, orang Jepang modern sekalipun tetap mempertahankan
nilai-nilai asli budaya mereka, sekalipun mereka harus hidup di alam modern ala
barat. Dengan demikian ketaatan hukum merupakan buah yang matang apabila
dihasilkan dari kesadaran hukum yang murni, dalam artian seseorang tidak perlu
menunggu berlakunya suatu undang-undang baru menaatinya, sehingga terciptanya
tatanan masyarakat yang patuh penuh terhadap nilai-nilai ketaatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar