Kamis, 21 November 2013

Polemik Korupsi Yudisial Di Negeri Zamrud Khatulistiwa
Oleh: Azhar Nur Fajar Alam

                Memperhatikan keadaan hukum yang sedang bergejolak di negeri kita ini, memperlihatkan ketidakharmonisan antara pemerintah beserta jajarannya dengan aparat penegak hukum berwajah dua. Kandasnya kasus-kasus hukum besar telah menambah keyakinan rakyat kita yang cerdas ini atas buruknya kinerja pemerintah dalam menangani polemik mafia pengadilan, markus, dan korupsi yang telah memberikan kerugian besar bagi Negara ini. Aparat penegak hukum seharusnya menegakan hukum, lebih handal menegakan senyuman demi uang setan yang karenanya hilang harga diri mereka. Mereka yang telah diamanatkan kepercayaan yang amat besar dari masyarakat telah salah arah dan lupa tujuan, seperti kacang lupa kulitnya. Sebut saja AKP. Suparman dan jaksa Urip, mungkin mereka berbeda dalam seragam profesi namun publik secara gamblang telah menyamakan keduanya sebagai penegak hukum yang memiliki  tugas mulia untuk menegakan hukum dam keadilan, sayangnya keduanya menodai institusi yang membawahi mereka, mencoreng tugas mulia yang mereka emban dengan menerima suap demi keserakahan mereka. Apalagi melihat budaya korupsi yang seakan-akan telah menjadi pekerjaan sampingan para pejabat pemerintah, mereka fokus memperkaya diri bahkan kelompok mereka sehingga terkesan ada korporasi money politic yang mengalir dalam tubuh partai mereka.

                Situasi ini tentu sudah tidak sejalan lagi dengan dasar filosofis nasionalisme yang sudah tertanam di hati para pejuang bangsa Indonesia. Sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke-4: “….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum….”. Adanya kalimat melindungi segenap bangsa Indonesia, berarti Negara turut bertanggung jawab dalam upaya menjaga martabat dan hak-hak asasi manusia, dan memberikan keadilan sepenuhnya kepada yang membutuhkannya secara total. Mau dibawa kemana hukum Indonesia ini? Pastinya harus dibawa kepada tujuannya, yaitu mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian, sedangkan rakyat membutuhkannya. Pikiran itu yang  diucapkan dalam salah satu prolog dari hukum rakyat, Franka Salis “ lex Salica” (kira-kira 500 th. Sebelum masehi). Keadaan hukum kita sudah terlalu mengandung virus peradilan yang diskriminatif dan sedang berada dalam kondisi stagnan yaitu situasi dimana Negara gagal menjadikan sistem dan praktik hukum memberikan keadilan kepada masyarakat miskin dan tertindas. Menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat ( laws are spider webs, they hold the weak and delicate who are caught in the  meshes by are torn in peaces by the rich and powerful ).

                Menurut Mahfud MD sistem hukum dan peradilan di Negara kita ini memerlukan kembali reformasi hukum yang sempat menjadi wacana dan sudah dilaksanakan, namun belum optimal dalam pelaksanaannya. Reformasi hukum harus dilaksanakan menyeluruh, tentu mencakup seluruh elemen sistem , yakni substansi hukum (legal substance), baik yang tertulis maupun tidak tertulis, struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Dalam maksud mengubah format struktur dan praktik hukum, baik substansial maupun proseduralnya, dan menatanya, kemudian membentuknya ke arah yang lebih baik lagi. Sementara pengawasan sistem birokrasi harus tetap dilakukan kepada seluruh lembaga pemerintahan, khususnya lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung beserta jajarannya. Begitu juga evalausi internal dan eksternal yang bersifat terus menerus dan tanpa pandang bulu harus dilakukan secara konsisten demi terciptanya living law di lembaga itu sendiri. Seluruh proses itu harus berjalan satu arah, komprehensip, dan berkesinambungan agar hukum senantiasa tertuju pada tiga tujuan utama yaitu kepastian hukum (yuridis), keadilan (filosofis), dan kemanfaatan atau kegunaan (sosiologis), akhirnya menjadikan Indonesia negeri yang taat hukum di mata dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar