Polemik Korupsi Yudisial
Di Negeri Zamrud Khatulistiwa
Oleh: Azhar Nur Fajar Alam
Memperhatikan keadaan hukum yang
sedang bergejolak di negeri kita ini, memperlihatkan ketidakharmonisan antara
pemerintah beserta jajarannya dengan aparat penegak hukum berwajah dua.
Kandasnya kasus-kasus hukum besar telah menambah keyakinan rakyat kita yang
cerdas ini atas buruknya kinerja pemerintah dalam menangani polemik mafia
pengadilan, markus, dan korupsi yang telah memberikan kerugian besar bagi
Negara ini. Aparat penegak hukum seharusnya menegakan hukum, lebih handal
menegakan senyuman demi uang setan yang karenanya hilang harga diri mereka.
Mereka yang telah diamanatkan kepercayaan yang amat besar dari masyarakat telah
salah arah dan lupa tujuan, seperti kacang lupa kulitnya. Sebut saja AKP.
Suparman dan jaksa Urip, mungkin mereka berbeda dalam seragam profesi namun
publik secara gamblang telah menyamakan keduanya sebagai penegak hukum yang
memiliki tugas mulia untuk menegakan
hukum dam keadilan, sayangnya keduanya menodai institusi yang membawahi mereka,
mencoreng tugas mulia yang mereka emban dengan menerima suap demi keserakahan
mereka. Apalagi melihat budaya korupsi yang seakan-akan telah menjadi pekerjaan
sampingan para pejabat pemerintah, mereka fokus memperkaya diri bahkan kelompok
mereka sehingga terkesan ada korporasi money politic yang mengalir dalam tubuh
partai mereka.
Situasi ini tentu sudah tidak
sejalan lagi dengan dasar filosofis nasionalisme yang sudah tertanam di hati
para pejuang bangsa Indonesia. Sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan
undang-undang dasar 1945 alinea ke-4: “….melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum….”. Adanya
kalimat melindungi segenap bangsa Indonesia, berarti Negara turut bertanggung
jawab dalam upaya menjaga martabat dan hak-hak asasi manusia, dan memberikan
keadilan sepenuhnya kepada yang membutuhkannya secara total. Mau dibawa kemana
hukum Indonesia ini? Pastinya harus dibawa kepada tujuannya, yaitu mengatur
pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian, sedangkan rakyat
membutuhkannya. Pikiran itu yang
diucapkan dalam salah satu prolog dari hukum rakyat, Franka Salis “ lex
Salica” (kira-kira 500 th. Sebelum masehi). Keadaan hukum kita sudah terlalu
mengandung virus peradilan yang diskriminatif dan sedang berada dalam kondisi
stagnan yaitu situasi dimana Negara gagal menjadikan sistem dan praktik hukum
memberikan keadilan kepada masyarakat miskin dan tertindas. Menjadikan hukum di
negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring
laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat
yang kaya dan kuat ( laws are spider webs, they hold the weak and delicate who
are caught in the meshes by are torn in
peaces by the rich and powerful ).
Menurut Mahfud MD sistem hukum
dan peradilan di Negara kita ini memerlukan kembali reformasi hukum yang sempat
menjadi wacana dan sudah dilaksanakan, namun belum optimal dalam
pelaksanaannya. Reformasi hukum harus
dilaksanakan menyeluruh, tentu mencakup seluruh elemen
sistem , yakni substansi hukum (legal
substance), baik yang tertulis maupun tidak tertulis, struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Dalam maksud mengubah format struktur dan praktik hukum, baik
substansial maupun proseduralnya, dan menatanya, kemudian membentuknya ke arah
yang lebih baik lagi. Sementara pengawasan sistem birokrasi harus tetap
dilakukan kepada seluruh lembaga pemerintahan, khususnya lembaga Kepolisian,
Kejaksaan, dan Mahkamah Agung beserta jajarannya. Begitu juga evalausi internal
dan eksternal yang bersifat terus menerus dan tanpa pandang bulu harus
dilakukan secara konsisten demi terciptanya living law di lembaga itu
sendiri. Seluruh proses itu harus berjalan satu arah, komprehensip, dan
berkesinambungan agar hukum senantiasa tertuju
pada tiga tujuan utama yaitu kepastian hukum (yuridis), keadilan (filosofis),
dan kemanfaatan atau kegunaan (sosiologis), akhirnya
menjadikan Indonesia negeri yang taat hukum di mata dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar