Penegakan Hukum
Progresif
9 gagasan pokok pandangn Toeri Hukum Progresif:
1. Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechdogmatiek
dan berbagai paham dengan aliran seperti legal relism, freirechlehre,
sociological jurisprudence, interressenjurisprudence di Jerman, teori
hukum alam, dan critical legal studies.
2. Hukum menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya berkerja
melalui institusi-institusi kenegaraan.
3. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum.
4. Hukum tidak ingin menjadikan
hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan sebagai suatu institusi
yang bermoral.
5. Hukum bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil,
sejahtera, dan membuat manusia bahagia.
6. Hukum Progresif adalah hukum yang pro rakyat dan hukum yang pro
keadilan.
7. Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa hukum adalah untuk manusia,
bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum tidak ada untuk
dirinya sendiri, melainkan sesuatu yang lebih besar dan luas. Maka setiap kali
ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki,
bukan manusia yang dipaksakan untuk dimasukkan ke dalam sistem hukum.
8. Hukum bukan merupakan suatu institusi yang obsolut dan final melainkan
sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya, manusialah
yang merupakan penentu.
9. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a
process and in the making).
|
Secara teoritis Hukum
Progresif mendasarkan kepada teori hukum yang sama yaitu sociological
Jurisprudence (Roscoe Pound) dan Pragmatic Legal system (Eugen
Ehrlich). Namun teori Hukum Progresif diperkuat dengan pengaruh aliran studi
hukum kritis (critical legal studies) yang cenderung apriori terhadap
segala keadaan dan bersikap anti-foundationalism, dan teori ini tidak
meyakini keberhasilan aliran analytical Jurispurdence (Austin) dalam
penegakan hukum.
Menurut Prof.
Romli kekurangan dari Teori Hukum
Progresif adalah bahwa teori ini tidak secara spesifik membahas pembaharuan
hukum. Sehingga sampai saat ini tidak jelas arah tujuan pembaharuan hukum yang
hendak dituju oleh teori ini. Kecuali asumsi dasar yang selalu memperkuatnya.

Teori ini mencoba
membalikkan pemikiran Descrates yang sangat mengagungkan Rasionalisme
Hukum, yaitu identik dengan tekstualisasi hukum dan tekstualisasi
tersebut mendorong timbulnya cara berhukum yang didasarkan dengan teks.
Tekstualisasi telah mereduksi kealamian hukum yang penuh menjadi sekadar
kerangka (skeleton), skema, dan mayat-mayat hukum.
Di sini Prof. Tjip
mencoba menunjukkan betapa kuatnya kehadiran cara berhukum berdasarkan
perilaku, bahkan waktu orang menyadari, bahwa ia sedang behukum menurut atau
mengikuti teks. Hal ini terlihat jelas mengenai bekerjanya hukum kontrak. Dalam
kontrak, terdapat sesuatu yang lebih fundamental dari sekadar hukum kontrak,
yaitu hukum dan dokumen kontrak menskemakan hubungan-hubungan alami antara para
pebisnis (organic transaction) menjadi skema-skema rasional. Skema
rasional tersebut tenyata tidak mamapu menghentikan atau membungkam tetap
berlangsungnya hubungan alami tersebut. Hubungan alami tersebut adalah saling
percaya, iktikad baik, bahkan cukup dengan janji lisan serta berjabat tangan
saja. Kata-kata yang keluar dari mulut dan jabatan-jabatan memiliki nilai
kontrak jauh di atas dokumen kontrak formal.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar